Mimpi Berjumpa Rasulullah saw –
Habib MunzirMimpi Berjumpa Rasulullah saw
Senin, 04 Oktober 2010
قال رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
سَمُّوا بِاسْمِي، وَلَا تَكْتَنُوا بِكُنْيَتِي، وَمَنْ رَآنِي فِي
الْمَنَامِ، فَقَدْ رَآنِي، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَتَمَثَّلُ فِي
صُورَتِي، وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ
مِنْ النَّارِ
(صحيح البخاري)
Sabda Rasulullah saw : “Berilah nama-nama kalian dengan namaku, dan
jangan memakai gelar seperti gelarku, dan barangsiapa bermimpikan aku
dalam tidurnya sungguh ia telah melihat aku, maka sungguh syaitan tidak
mampu menyerupai diriku, dan barangsiapa yg berdusta atasku dengan
sengaja, maka hendaknya ia bersiap akan tempatnya di neraka” (Shahih
Bukhari)
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ
الْجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِيْ هَدَاناَ بِعَبْدِهِ
الْمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ ناَدَانَا
لَبَّيْكَ ياَ مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلّمَّ وَبَارَكَ
عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِيْ جَمَعَنَا فِي هَذَا
الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَالْحَمْدُلله الَّذِي جَمَعَنَا فِيْ هَذِهِ
الْمُنَاسَبَةِ الْمُبَارَكَةِ…
Limpahan puji kehadirat Allah Yang Maha Luhur, Yang Maha melimpahkan
kebahagiaan sepanjang waktu dan zaman, sebelum zaman dicipta hingga
zaman dicipta dan kemudian sirna, setiap generasi terlahir dan wafat
kesemuanya di dalam pengaturan Sang Maha Tunggal dan Maha Abadi,
samudera segenap ketentuan dan segala kejadian yang lalu dan yang akan
datang berada dalam samudera kelembutan-Nya, di dalam samudera kasih
sayang-Nya. Sungguh Allah subhanahu wata’ala sangat Maha Pengasih dan
Maha Penyayang, seandainya Dia tidak berkasih sayang dan mau menghukum
hamba-Nya sebab kesalahan-kesalahan mereka, sebagaimana firman-Nya:
وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللَّهُ النَّاسَ بِظُلْمِهِمْ مَا تَرَكَ عَلَيْهَا
مِنْ دَابَّةٍ وَلَكِنْ يُؤَخِّرُهُمْ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَإِذَا جَاءَ
أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ ( النحل :
61 )
” Jikalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak
akan ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatupun dari makhluk yang melata,
tetapi Allah menangguhkan mereka sampai kepada waktu yang ditentukan.
Maka apabila telah tiba waktunya (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah
mereka dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula)
mendahulukannya” ( QS. An Nahl: 61)
Maka jika Allah mau menghukum manusia karena kesalahan yang mereka
lakukan, maka mereka tiadalah akan tersisa lagi di muka bumi ini, namun
Allah menunda setiap nafas, setiap detik, dan hari demi hari (agar kita
bertobat) hingga waktu yang telah Allah tentukan, yaitu sakaratul maut.
Allah bersabar menanti kita, Allah bersabar untuk menunda siksa-Nya, dan
tidak mau menghukum kita, Allah siap melimpahkan kemuliaan hingga
sepuluh kali lebih besar dari kebaikan yang kita perbuat, bahkan hingga
70 kali lipat. Allah subhanahu wata’ala menuliskan satu perbuatan dosa
hanya dengan balasan satu dosa, namun perbuatan baik Allah akan
melipatgandakan balasannya dengan 10 kali pahala hingga 700 kali lebih
besar, demikian dalam riwayat Shahih Al Bukhari, bahkan dalam riwayat
Shahih Muslim bahwa setiap kebaikan akan dilipatgandakan balasannya 10
kali lebih besar hingga 700 kali dan lebih dengan kehendak Allah,
berarti cinta kita kepada Allah dibanding dengan cinta Allah kepada kita
10 kali lebih besar cinta Allah kepada kita, bahkan 700 kali lebih
besar dari cinta kita kepada Allah. Sekali kita beribadah dan berbakti
kepada Allah maka sepuluh kali Allah subhanahu wata’ala berbakti kepada
kita, maksudnya Allah berbakti kepada kita adalah mengganjar dan
membalas dengan kebaikan, menyambut dengan kehangatan, sebagaimana yang
dijelaskan di dalam kitab Taujih An Nabiih Limardhaati Baariih karangan
guru mulia kita Al Musnid Al Allamah Al Habib Umar bin Muhammad bin
Salim bin Hafidz, Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam hadits qudsi:
ياَدَاوُد لَوْ يَعْلَمُ الْمُدْبِرُوْنَ عَنِّيْ شَوْقِي
لِعَوْدَتِهِمْ ، وَمَحَبَّتِيْ فِيْ تَوْبَتِهِمْ ، وَرَغْبَتِيْ فِي
إِناَبَتِهِمْ لَطاَرُوْا شَوْقًا إِلَيَّ ، يَادَاوُد هَذِهِ رَغْبَتِيْ
فِى الْمُدْبِرِيْنَ عَنِّي ، فَكَيْفَ تَكُوْنُ مَحَبَّتِيْ فِى
الْمُقْبِلِيْنَ عَلَيَّ…؟
“Wahai Daud : Seandainya orang-orang yg berpaling dari-Ku mengetahui
kerinduan-Ku atas kembalinya mereka, dan cinta-Ku akan taubatnya mereka,
dan besarnya sambutanku atas kembalinya mereka pada keridhoan Ku,
niscaya mereka akan terbang karena rindunya mereka kepada-Ku. Wahai
Daud, demikianlah cinta-Ku kepada orang-orang yg berpaling dari Ku (jika
mereka ingin kembali), maka bagaimanakah cinta-Ku kepada orang-orang yg
datang (mencintai dan menjawab cinta Allah ) kepada-Ku?”
Apabila mereka yang terus berdosa dan berbuat salah memahami betapa
rindunya Allah kepada mereka apabila mereka mau kembali kepada kasih
sayang dan keridhaan Allah, mau kembali kepada jalan keluhuran dan
meninggalkan kehinaan untuk mendekat kepada Allah, jika mereka
mengetahui betapa besarnya rindu Allah kepada mereka, betapa besarnya
cinta Allah kepada taubat mereka dan betapa hangatnya sambutan Allah
untuk mereka yang mau kembali kepada-Nya, jika mereka mengetahui hal itu
sungguh mereka akan wafat di saat itu juga untuk menuju kepada Allah
karena tidak mampu menahan rindu kepada Allah, karena Allah telah
merindukannya, karena Allah telah mencintainya, maka mereka akan
meninggalkan segenap dosa dan tenggelam dalam taubat dan kerinduan
kepada Allah. Kita tidak mengetahuinya, namun paling tidak ada sedikit
kefahaman di dalam jiwa dan sanubari bahwa ada Sang Maha Abadi Yang
menanti kita dengan kebahagiaan yang kekal, Yang menyiapkan cinta, rindu
dan sambutan hangat-Nya untuk mereka yang mau membenahi dirinya, maka
berusahalah dan Allah tidak memaksa lebih dari kemampuan kita.
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Sebagaimana yang telah disampaikan oleh guru kita yang kita cintai,
As Syaikh Amr Khalid tentang cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, dan sampailah kita pada hadits agung ini:
سَمُّوا بِاسْمِى وَلاَ تَكْتَنُوْا بِكُنْيَتِي
” Berilah nama dengan namaku dan janganlah memakai kun-yahku “
Maksudnya dengan nama beliau nabi “Muhammad” shallallahu ‘alaihi
wasallam, oleh sebab itu jika saya dimintai untuk memberikan nama maka
pasti saya beri nama “Muhammad…..”, dan ada kelanjutannya, saya tidak
pernah memberi nama dengan nama yang lain, walaupun nama nabi banyak
namun sungguh nama yang terbaik adalah “Muhammad” shallallahu ‘alaihi
wasallam, sehingga banggalah kelak mereka yang ketika dipanggil
kehadapan Allah membawa nama nabi “Muhammad”. Namun perintah memberikan
nama dengan nama nabi bukanlah perintah wajib melainkan sunnah
menggunakan nama nabi “Muhammad”, dan Rasulullah melarang untuk memakai
gelar beliau. Para Ulama berbeda pendapat dalam hal kun-yah (gelar) ini,
sebagian mengatakan “Abu Al Qasim” dan larangan itu hanya ketika di
masa hidupnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Adapun gelar
beliau yang tidak boleh digunakan hingga akhir zaman adalah gelar
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”, karena gelar ini hanya untuk
nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan para rasul, maka tidak
boleh kita gunakan, namun gelar “Abu Al Qasim” atau yang lainnya boleh
digunakan tetapi setelah wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, mengapa? karena pernah terjadi dimana seseorang di zaman
Rasulullah memberi nama anaknya Qasim, maka si ayah dipanggil dengan
sebutan “Abu Al Qasim” dan Rasulullah pun menoleh maka ketika itu
Rasulullah melarang menggunakan gelar itu di masa hidup nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, namun di zaman sekarang tidak ada larangan. Dan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ رَآنِيْ فِي الْمَنَامِ فَقَدْ رَآنِي فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَتَمَثَّلُ بِيْ
“Barangsiapa melihatku di waktu tidur maka dia benar benar telah melihatku, karena syeitan tidak dapat menyerupaiku”
Sungguh syaitan tidak akan bisa menyerupai bentuk Rasulullah, betapa
indahnya wajah yang tidak mampu diserupai oleh syaitan, nabi kita
sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Syaitan mampu
berpura-pura menjadi guru, menjadi murid dan yang lainnya namun syaitan
tidak bisa menyerupai wajah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam. Banyak pertanyaan yang muncul kepada saya tentang hal ini,
“Habib, saya bermimpi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tetapi
wajahnya berupa wajah habib fulan atau kiyai fulan, apakah itu mimpi
Rasulullah?”, iya itu adalah mimpi Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, selama orang yang kita lihat itu adalah wajah orang yang
shalih. Namun dijelaskan oleh beberapa habaib kita di Tarim Hadramaut,
bahwa tidak ada seseorang dari kaum shalihin yang diserupai wajahnya
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kecuali dia adalah wali
Allah subhanahu wata’ala (orang yang dicintai Allah). “Habib, ada yang
mimpi Rasulullah tetapi wajahnya kok gelap dan tidak bagus bentuknya,
pincang atau cacat?!”, apakah itu juga mimpi Rasulullah?, hal itu adalah
cermin dari diri kurang baiknya hati kita, karena hati kita adalah
cermin, jika sebuah cermin terdapat banyak noda maka hasil dari cermin
itu juga banyak noda, jadi apabila kita bermimpi Rasulullah dalam
keadaan cacat maka yang cacat adalah hati kita, bukan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan hal itu merupakan teguran dari Allah
subhanahu wata’ala untuk mengingatkan kita. Diriwayatkan oleh Al Imam
Ibn Hajar Al Asqalani Ar di dalam Fathul Bari bisyarh Shahih Al Bukhari
bahwa orang yang bermimpi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam akan
melihat wajah asli beliau, namun hal ini tergantung derajat orang
tersebut, para kekasih Allah dan para shalihin, mereka akan melihat
wajah asli rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam mimpinya.
Diriwayatkan pula oleh Al Imam Ibn Hajar Al Asqalani bahwa salah satu
istri Rasulullah menyimpan sebuah cermin yang pernah ia gunakan,
kemudian dipinjam oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan
beliau bercermin dengan cermin itu, setelah cermin itu dipakai oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maka cermin itu menampakkan
wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam begitu jelas, cermin itu
tidak mau lagi memunculkan atau mencerminkan wajah yang lain setelah
digunakan bercermin oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan
jika istri Rasulullah ini rindu dengan Rasulullah setelah beliau wafat,
maka ia melihat cermin itu dan ia lihatlah wajah sayyidina Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam, karena cermin itu tidak mau lagi
menampakkan wajah yang lain. Maka para tabi’in yang ingin melihat wajah
Rasulullah mereka datang kepada istri Rasulullah dan melihat cermin itu
sehingga mereka melihat wajah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam. Subhanallah, sebuah cermin pun tidak bisa lagi menjadi sebagai
cermin setelah melihat wajah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam. Dijelaskan di dalam buku “Muhammad Insan Al Kamil” oleh Al
allamah Al Musnid Al Habib Muhammad bin ‘Alawy Al Maliki tentang
perbedaan wajah nabiyullah Yusuf As dengan wajah nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana dahulu di masa nabi Yusuf para
wanita memotong jari-jarinya karena indahnya wajah nabi Yusuf As,
sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:
فَلَمَّا رَأَيْنَهُ أَكْبَرْنَهُ وَقَطَّعْنَ أَيْدِيَهُنَّ وَقُلْنَ
حَاشَ لِلَّهِ مَا هَذَا بَشَرًا إِنْ هَذَا إِلَّا مَلَكٌ كَرِيمٌ ( يوسف:
31 )
“Ketika perempuan-perempuan itu melihatnya , mereka terpesona kepada
(keelokan rupanya) dan mereka (tanpa sadar) melukai tangannya sendiri,
seraya berkata: “Maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia, sungguh ini
adalah malaikat yang sempurna” (QS. Yusuf : 31 )
Maka berkatalah As Syaikh Muhammad bin ‘Alawy Al Maliki Ar menukil
salah satu riwayat sahabat bahwa Allah tidak menampakkan keindahan wajah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam secara keseluruhan di muka
bumi, hanya 1 keindahan dari 10 bagian yang diperlihatkan, jika
seandainya yang 9 bagian itu ditampakkan juga maka orang-orang akan
mengiris hatinya tanpa terasa karena indahnya wajah sayyidina Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam, dan itu kelak akan diperlihatkan di telaga
Haudh. Semoga aku dan kalian memandang wajah yang indah itu, amin.
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Diriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari bahwa sayyidina Anas bin Malik Ra berkata:
مَا نَظَرْناَ مَنْظَرًا كاَنَ أَعْجَبَ إِلَيْنَا مِنْ وَجْهِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Kami belum pernah melihat pemandangan yang lebih menakjubkan dari wajah nabi shallallahu ‘alaihi wasallam”
Dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang banyak
sekali dan sangat mudah dan suka mendoakan orang lain, dan beliau adalah
makhluk yang paling indah, sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Al
Bukhari bahwa salah seorang sahabat Ra berkata: “aku belum pernah
mendengar suara yang lebih indah dari suara Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, hingga suara beliau membuat hati luluh dan ingin
mendekat kepada Allah subhanahu wata’ala”. Dan Allah berfirman dalam Al
qur’an menyifati indahnya bacaan sang nabi :
قُلْ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِنَ الْجِنِّ فَقَالُوا
إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآَنًا عَجَبًا ، يَهْدِي إِلَى الرُّشْدِ فَآَمَنَّا
بِهِ وَلَنْ نُشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا ( الجن : 1-2 )
“Katakanlah (hai Muhammad): “Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya:
sekumpulan jin telah mendengarkan (Al-Qur’an), lalu mereka berkata:
Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al-Qur’an yang menakjubkan, (yang)
memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya.
Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorangpun dengan Rabb
kami” ( QS. Al Jin: 1-2)
Dan Allah berfirman:
وَأَنَّهُ لَمَّا قَامَ عَبْدُ اللَّهِ يَدْعُوهُ كَادُوا يَكُونُونَ عَلَيْهِ لِبَدًا ( الجن : 19 )
“Dan ketika hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan
ibadah), hampir saja jin-jin itu desak-mendesak mengerumuninya” ( QS.
Al Jin: 19 )
Dijelaskan di dalam Shahih Muslim, ketika Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam berdiri dan membaca al qur’an dan di saat itu iblis
melihat pintu-pintu langit ditutup dan tidak bisa lagi ditembus oleh
iblis dan syaitan, maka di saat itu iblis berkata : “apa yang telah
terjadi di barat dan timur sehingga kita tidak bisa lagi menembus
langit?!”, maka ketika mereka mencari di penjuru barat dan timur, mereka
pun menemukan cahaya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang
sedang berdoa dan membaca al quran al karim, dan cahaya itu membuat para
jin berdesakan untuk mendengarkan bacaan itu kemudian mereka beriman.
Dan dijelaskan di dalam Kitab-kitab Tafsir, tafsir Ibn Katsir dan
lainnya bahwa di saat itu ada beberapa raja jin yang diperintahkan oleh
iblis untuk melihat apa yang terjadi, justru mereka beriman kepada nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Para jin itu pun berdesakan ingin
mendengarkan suara indah yang keluar dari jiwa yang suci dan khusyu’
yang merindukan Allah subhanahu wata’ala, jiwa yang dipenuhi dengan
getaran iman. Oleh sebab itu, ketika salah seorang sahabat Ra (dalam
riawayat yang tsiqah) melihat aurat seorang wanita dengan sengaja, maka
ia merasa telah berbuat dosa yang sangat besar dan ia pun menyendiri ke
atas gunung dan tidak mau lagi melihat wajah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam karena dia merasa tidaklah pantas matanya melihat wajah
beliau karena mata itu telah berbuat zina. Dan setelah beberapa hari
Rasulullah menanyakan orang itu karena beberapa hari Rasulullah tidak
melihatnya, maka sayyidina Abu Bakr As Shiddiq Ra mendatanginya ke
gunung dan berkata kepada orang itu: “engkau dipanggil oleh Rasulullah”,
orang itu menjawab: “aku tidak mau melihat wajah Rasulullah, mataku
tidak lagi pantas memandang beliau karena telah berbuat dosa”, maka
sayyidina Abu Bakr berkata: “ini adalah perintah Rasulullah”, maka ia
pun datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan ketika itu
Rasulullah sedang melakukan shalat maghrib, dan ketika ia mendengar
bacaan Rasulullah dari kejauhan, ia pun terjatuh dan roboh karena tidak
mampu mendengarkan lantunan suara indah Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, maka ia diberdirikan oleh sayyidina Abu Bakr As Shiddiq dan
dibimbing untuk terus masuk ke shaf shalat dan setelah selesai shalat,
ketika orang-orang mulai berdiri dan keluar dari shaf shalat, ia hanya
tertunduk saja, maka Rasulullah memanggilnya dan berkata :”kemarilah
mendekat kepadaku”, ia mendekat hingga lututnya bersatu dengan lutut
nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam namun ia tetap menundukkan
kepalanya dan berkata: “wahai Rasulullah, aku tidak mau lagi melihat
wajahmu karena mataku sudah banyak berbuat dosa”, maka Rasulullah
berkata :”mohonlah ampunan kepada Allah”, maka ia berkata: “aku meyakini
bahwa Allah Maha Pengampun, namun mata yang sudah banyak berbuat dosa
ini tidak lagi pantas melihat wajahmu wahai Rasulullah”, ia masih terus
menundukkkan kepalanya maka rsaulullah berkata : “angkatlah kepalamu!!”,
maka ia pun mengangkat kepalanya perlahan lahan dan beradu pandang
denga Rasulullah, lalu ia kembali menundukkan kepalanya dan menangis di
pangkuan Rasulullah kemudian wafat dipangkuan beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam. Maka para sahabat pun kaget dan iri dengan orang itu karena
walaupun mereka berjihad siang dan malam namun mereka tidak sempat
mendapatkan kesempatan untuk wafat dipangkuan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, dan ketika itu air mata Rasulullah mengalir dan jatuh
di atas wajah orang itu. Hadirin hadirat, sungguh mata kita penuh dengan
dosa dan kesalahan, namun Sang Maha Pengampun tidak berhenti
mengampuni, sebagaimana hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bahwa ada 7 golongan yang mendapatkan naungan Allah dimana ketika itu
tidak ada naungan kecuali naungan Allah, diatara 7 kelompok itu adalah :
رَجُلٌ ذَكَرَ اللهُ فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
” Seseorang yang ketika berdzikir (mengingat Allah) maka mengalirlah air matanya”
Maka orang itu akan mendapatkan naungan Allah kelak di hari kiamat.
Dan saat di surga kelak masih ada orang-orang yang belum melihat
keindahan dzat Allah subhanahu wata’ala, mereka adalah orang-orang yang
ketika di dunia mata mereka banyak berbuat dosa, dan malaikat tidak mau
membuka tabir yang menghalangi dzat Allah dengan mereka, maka Allah
berkata kepada malaikat: “mengapa kalian masih menutupkan tabir untuk
mereka, mereka adalah penduduk surga yang telah kuampuni dosa-dosa
mereka”, maka malaikat berkata: “wahai Allah, dahulu ketika mereka di
dunia mata mereka banyak melakukan dosa, maka mereka tidak pantas
memandang keindahan dzat-Mu”, maka Allah subhanahu wata’ala berfirman:
“angkatlah tabir yang menghalangi-Ku dengan mereka, karena dahulu mata
mereka pernah mengalirkan air mata rindu ingin berjumpa dengan-Ku”…
فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا …
Ucapkanlah bersama-sama
يَا الله…يَا الله… ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم …لاَإلهَ
إلَّاالله…لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ…لاَ إِلهَ إِلَّا
الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ…لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ
وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ… مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا
وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ
اْلأمِنِيْنَ
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Semoga Allah subhanahu wata’ala memulikanku dan kalian dengan
keluhuran, dan membimbing hari-hari kita dengan seindah-indahnya, amin.
Malam ini kita akan melakukan shalat ghaib untuk Al Marhum Al Maghfurlah
Al Habib Syech bin Ahmad Al Musawa dalam usianya yang sangat lanjut,
beliau adalah ulama’ besar yang murid beliau mencapai ribuan habaib dan
kiyai, beliau tinggal di Klender selama kurang lebih 10 tahun kemudian
pindah ke Surabaya dan wafat pada hari Jum’at yang lalu pukul 10.15 Wib.
Dan yang tidak dalam keadaan berwudhu maka tidak perlu berdesakan untuk
berwudhu, cukup berdiri saja. Shalat ghaib ini juga untuk syarifah Nur
binti Abu Bakr Al Jufri dan juga untuk orang tua kita, kerabat kita, dan
sahabat kita yang telah wafat. Semoga Allah subhanahu wata’ala
memuliakan mereka di alam barzakh. Ayah bunda kita yang masih hidup
semoga dimuliakan dan dipanjangkan usianya oleh Allah subhanahu
wata’ala, amin allahumma amin. Dan imam dalam shalat ghaib nanti adalah
guru kita fadhilah as sayyid Al Habib Hud bin Muhammad Baqir Al Atthas,
dan juga saya mohon jangan berdesakan dalam bersalaman nanti. Sebelum
kita melakukan shalat ghaib, kita tutup acara kita dengan qasidah yang
mengingatkan kita kepada nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
beberapa bait, setelah itu kita melakukan shalat ghaib kemudian doa
penutup, tafaddhal masykura.
Terakhir Diperbaharui ( Tuesday, 12 October 2010 )
Dikirim dalam Habib Munzir
Sertailah Facebook kami : http://www.facebook.com/pondokhabib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar