Syarat, Rukun, dan Yang Membatalkan Shalat
Pasal 14: Syarat Syahnya Shalat
Di antara syarat-syarat salat, ialah:
-menghadap ke arah kiblat,
-masuk waktunya,
-beragama Islam,
-tamyiz (yaitu anak yang sudah bisa makan, minum, mandi sendiri), mengetahui fardhu (rukun) salat,
-tidak boleh mengitikadkan salah satu fardlu dari semua fardhu salat sebagai sunat.
-Menutup aurat dengan benda yang bisa menutupi rupa kulit seluruh badan bagi wanita merdeka, kecuali muka dan telapak tangan bagian luar dan dalam (ini wajib terbuka), menutup antara pusat dan lutut bagi laki-laki dan amat (yaitu hamba perempuan), menutup seluruh badan, kecuali bagian bawahnya, boleh terbuka (meskipun suka terlihat ketika sujud, seperti telapak”kaki wanita. Ini tidak apa-apa, boleh saja).
.
Di dalam Fathul Mu’in, karya Syaikh Zainuddin al Malibari (terjemah Drs Aliy As’ad, terbitan Menara Kudus, 1980) tertulis tentang syarat syahnya shalat. Saya ringkas sebagai berikut:
-Thaharah
-Suci badan, pakaian dan tempat dari najis
-Menutup aurat
-Mengetahui waktu shalat tlah tiba
-Menghadap kiblat
-Mengetahui kefardluan shalat.
.
Pasal: Rukun Shalat
Rukun salat itu ada 17 macam, yaitu:
1. Niat mengerjakan salat di dalam hati, sambil menentukan sebabnya, (misalnya: Istisqa, Tahiyatul masjid, dan sebagainya), dan menentukan waktunya, (misalnya: lohor, asar, dan berniat fardhu dalam salat fardhu. (Lengkapnya, misal: Saya niat salat fardhu asar empat rakaat …).
2. Takbiratul ihram. Membaca dengan suara yang terdengar oleh dirinya sendiri sebagaimana rukun qauli lainnyaryaitu Allahu Akbar yang menjadi rukun salat yang kedua.
3. Berdiri dalam salat fardhu bagi orang yang mampu berdiri. (Bagi salat sunat dan yang tidak mampu berdiri boleh sambil duduk).
4. Membaca surat Fatihaah berikut bismillah, semua tasydidnya, terus-menerus, tertib, memperhatikan makhraj huruf-hurufnya dan tidak salah baca yang dapat mengubah makna, (misalnya: an’amta dibaca an ‘amtu atau an’amti dan selagainya). Salah baca yang tidak mengubah makna hukumnya haram; tetapi tidak membatalkan (Alhamdu dibaca Alhamda, Lillaahi dibaca Lillaahu dan sebagainya).
5. Rukuk, yaitu membungkuk dan kedua telapak tangan diletakkan pada kedua lututnya. Dan disunatkan punggungnya lurus, rata.
6. Tuma’ninah ketika rukuk, yakni diam sebentar seukuran membaca: Subhaanal-laah.
7. I’tidal, yaitu berdiri tegak (sebagaimana sebelumnya).
8. Tumaninah ketika I’tidal.
9. Sujud dua kali, yaitu dengan meletakkan dahinya di atas tempat salat serta dibuka, diberatkan seberat kepala sambil bersungkur, meletakkan sedikit lututnya, kedua telapak tangannya dan semua ujung jari kakinya.
10. Tumaninah ketika sujud.
11. Duduk di antara dua kali sujud.
12. Tumaninah ketika duduk.
13. Duduk untuk membaca tasyahud akhir dan yang sesudahnya.
14. Membaca tasyahud akhir, yang berarti semua penghormatan, keberkahan, rahmat, dan kebaikan bagi Allah. Keselamatan, rahmat Allah dan keberkahan-Nya bagimu wahai Nabi. Keselamatan bagi kami dan hamba-hamba Allah yang saleh. Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah.
15. Membaca salawat atas Nabi Muhammad saw. minimal dengan mengucapkan, ‘Ya Allah! Rahmatilah Nabi Muhammad’.
16. Membaca salam, minimal dengan mengucapkan, “As s allaamu’alaikum.’
17. Tertib, berurutan seperti tersebut di atas. Kalau seseorang sengaja meninggalkan ketertiban, misalnya bersujud sebelum rukuk, maka batal salatnya. Kalau
terlupa bersujud sebelum rukuk lalu ingat, maka wajib mengulangrnya, kecuali kalau ia ingat ketika mengerjakan pekerjaan yang sama misalnya rukuk lagi pada rakaat selanjutnya, atau sesudah rukuk yang sama, maka sempurnakanlah rakaatnya dengan rukuk itu dan sia-sialah pekerjaan yang terlupakan itu. (Singkatnya, rakaatnya harus ditambah sesuai dengan
ketentuan).
.
Pasal 15: Hal-Hal Yang Membatalkan Shalat
1. Salat itu bisa batal dengan ucapan lain selain bacaan salat, walaupun dengan dua huruf (misalnya: betul, saya, dan sebagainya) atau satu huruf yang memberi arti, (misalnya: ya!), kecuali karena lupa dan ucapannya sedikit, tidak lebih dari enam patah kata.
Dengan pekerjaan yang banyak serta terus-menerus, misalnya: tiga gerakan (tiga kali menggaruk atau tiga kali melangkah).
Dengan sekali gerakan yang berlebih-lebihan (meloncat atau menggerakkan seluruh badan tanpa sebab (udzur) syara’.
Contoh tiga gerakan yang sering dikerjakan orang, misalnya menggerakkan kepala dan kedua tangan, mengusap telinga, lalu dahi sambil menggerakkan kepala. Kecuali menyapu telinga terus ke hidung misalnya, kemudian sesudah agak lama terselang baru bergerak lagi, maka tidak batal salatnya. Berarti hanya dua kali gerakan yang terus-menerus.
2. Dengan menambah rukun fi’ly (pekerjaan dengan sengaja, misalnya: rukuk dua kali atau salat asar lima rakaat bukan karena lupa dan sebagainya).
Dengan sekali gerakan karena bermain-main.
Dengan makan atau minum, kecuali karena lupa dan yang ditelannya sedikit.
Keterangan:
1. Kalau lupa menelan sebiji nasi atau biji jambu, maka tidak batal.
2. Kalau sengaja menelan sisa-sisa kopi atau gula, maka perbuatan itu membatalkan salat.
Salat itu batal dengan berniat membatalkan salat (sekali pun pada prakteknya tidak).
Menangguhkan membatalkan salat karena sesuatu, (misalnya: berniat kalau teman datang, salatnya akan dibatalkan).
Keraguan membatalkan salat, (misalnya: hati merasa bimbang karena ada orang yang memanggil, lalu timbul kebimbangan membatalkan salatnya atau tidak), dengan semua sebab itu, maka tetap batat.
Singkatnya, selama kita salat wajib bertekad tidak akan mernbatalkan salat, sehingga andaikan seseorang salat di atas batu di tengah sungai lalu tiba-tiba banjir, maka daripada membatalkan salat, orang itu diperbolehkan salat sambil lari serta membelakangi kiblat dan sebagainya, lalu ia merieruskan salat dengan sempurna di tempat yang aman. (Seperti salat syiddatul-khauf)
3. Terlewat satu rukun dengan disertai keraguan terhadap niat takbiratul-ihram (apakah sudah atau belum dilakukan), atau masa keragu-raguannya itu lama (misalnya: ketika akan rukuk merasa ragu mengenai niat salat, dan selama rukuk masih juga, ragu, maka batal salatnya bila sampai’pada i’tidal).
.
Sumber: Sullamut Taufiq, karya Syaikh Muhammad an Nawawi al Bantani (terjemah KH Moch Anwar, terbitan Algensindo, Bandung, 2008)
.
Wallahu a’lam
https://orgawam.wordpress.com/2009/03/19/syarat-syahnya-shalat/