Sifat Manusia


Tasawuf
1. Pengertian Ilmu Tasawwuf :
Ilmu tasawuf ialah ilmu mengenai perjalanan seseorang mukmin di dalam membersihkan hati dengan sifat-sifat mahmudah atau sifat-sifat yang mulia dan menghindari atau menjauhkan diri dari sifat-sifat mazmumah yaitu yang keji dan tercela .

2. Ilmu tasawwuf bertujuan mendidik nafsu dan akal supaya senantiasa berada di dalam landasan  dan peraturan hukum syariat Islam yang sebenarnya sehingga mencapai taraf nafsu mutmainnah .

3. Syarat-syarat untuk mencapai taraf nafsu mutmainah:
    a) Banyak bersabar .
    b) Banyak menderita yang di alami oleh jiwa .

4. Imam Al-Ghazali r.a. telah menggariskan sepuluh sifat Mahmudah / terpuji di dalam kitab Arbain Fi Usuluddin yaitu :
1) Taubat .
2) Khauf ( Takut )
3) Zuhud
4) Sabar.
5) Syukur.
6) Ikhlas.
7) Tawakkal.
8) Mahabbah ( Kasih Sayang )
9) Ridho.
10) Zikrul Maut ( Mengingati Mati )

5. Dan Imam Al-Ghazali juga telah menggariskan sepuluh sifat Mazmumah / tercela / sifat keji di dalam kitab tersebut yaitu :
1) Banyak Makan
2) Banyak bercakap.
3) Marah.
4) Hasad.
5) Bakhil.
6) Cinta akan kemegahan.
7) Cinta akan dunia .
8) Bangga Diri.
9) Ujub ( Membanggakan Diri ).
10) Riya’ ( Menunjuk-nunjuk ).

Sifat-Sifat Terpuji
1. Taubat
1. Yaitu kembali dari keburukan kepada kebaikan dengan beberapa syarat yang tertentu.
2. Firman Allah S.W.T. yang bermaksud :
” Dan mohonlah ampun kepada Allah , sesungguhnya ia Maha
Pengampun lagi Maha Pengasih”.
( Surah Al – Muzammil – Ayat 20 )
3. Syarat-syarat taubat adalah seperti berikut :
·         Meninggalkan maksiat atau perkara dosa tersebut.
·         Menyesal atas maksiat atau dosa yang telah dilakukan.
·         Bercita-cita tidak akan mengulanginya lagi.
·         Mengembalikan hak-hak makhluk yang dizalimi.
·         Mengerjakan perkara-perkara fardhu yang telah dilalaikan.
4. Setiap manusia tidak dapat menghindarkan dirinya dari salah dan lupa, melainkan manusia yang Ma’asum ( terpelihara dari dosa ) seperti rasul-rasul dan nabi-nabi.
5. Seseorang itu hendaklah bersungguh-sungguh memelihara diri dari dosa yaitu dengan memelihara seluruh anggota dari melakukan perkara-perkara yang dilarang oleh agama.
6. Beberapa faedah dan hikmah taubat yaitu:
·         Menghidupkan jiwa yang resah karena dosa.
·         Mendekatkan diri kepada Allah S.W.T .
·         Meningkatkan ketaqwaan diri.
·         Membenteras tipu-daya setan yang selama ini memerangkap manusia
dengan berbuat dosa dan maksiat.
·         Memperolehi kemuliaan dan anugerah Allah S.W.T. dalam hidup di dunia dan akhirat               ( Dipetik dari – Hidup Bertaqwa Oleh Dato’ Hj. Ismail bin Hj. Kamus  M / S 269 – 273

2. Khauf
1. Khauf berarti takut akan Allah s.w.t., yaitu rasa gementar akan kekuatan dan kebesaran Allah s.w.t. serta takut akan kemurkaanNya dengan mengerjakan segala perintahNya dan meninggalkan segala laranganNya.
2. Firman Allah s.w.t. yang bermaksud : “Dan kepada Akulah ( Allah ) saja hendaklah kamu merasa gerun dan takut bukan kepada sesuatu yang lain”.
( Surah Al-Baqarah – Ayat 40 )
3. Seseorang itu tidak akan merasa takut kepada Allah s.w.t. jika tidak mengenalNya. Mengenal Allah s.w.t. ialah dengan mengetahui akan sifat-sifat ketuhanan dan sifat -sifat kesempurnaan bagi zatNya.
4. Seseorang itu juga hendaklah mengetahui segala perkara yang disuruh dan segala perkara yang dilarang oleh agama.
5. Dengan mengenal Allah s.w.t. dan mengetahui segala perintah dan laranganNya, maka seseorang itu akan dapat merasa takut kepada Allah s.w.t.
6. Rasa takut dan gerun kepada Allah s.w.t. akan menghindarkan seseorang itu dari melakukan perkara yang dilarang oleh Allah s.w.t. dan seterusnya patuh dan tekun mengerjakan perkara yang disuruhnya dengan hati yang khusyuk dan ikhlas.
Rujukan : Tasauf di Dalam Islam – Datuk Hj.Md.Yunus bin Hj. Md. Yatim.
( Bekas Mufti Negeri Melaka ) 


3. Zuhud
Dari Abul ‘Abbas Sahl bin Sa’d As-Sa’idiy radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Datang seseorang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu dia berkata, ‘Ya Rasulullah, tunjukkan kepadaku akan suatu amalan yang apabila aku mengerjakannya niscaya aku dicintai oleh Allah dan dicintai manusia?’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Zuhudlah terhadap dunia niscaya Allah mencintaimu dan zuhudlah terhadap apa-apa yang dimiliki oleh manusia niscaya manusia mencintaimu’.” (Shahih, HR. Ibnu Majah dan selainnya, lihat Shahiihul Jaami’ no.935 dan Ash-Shahiihah no.942)

Definisi Zuhud, Hakikat dan Pembagiannya
Zuhud secara bahasa artinya lawan dari cinta dan semangat terhadap dunia.
Ibnul Qayyim, berkata, “Saya mendengar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, ‘Zuhud adalah meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat di akhirat, adapun wara’ adalah meninggalkan apa-apa yang ditakuti akan bahayanya di akhirat’.” Kemudian beliau mengomentarinya, “Ini adalah definisi yang paling baik terhadap makna zuhud dan wara’ dan yang paling mencakupnya.”

Berkata Sufyan Ats-Tsauriy, “Zuhud terhadap dunia adalah pendek angan-angan, dan bukanlah yang dimaksud zuhud itu dengan memakan makanan yang keras (buruk) dan memakai (baju) karung.”
Ketika ada seseorang bertanya kepada Al-Imam Ahmad, “Apakah orang kaya bisa menjadi orang yang zuhud?” Beliau menjawab, “Ya, dengan syarat ketika banyak hartanya tidak menjadikannya bangga dan ketika luput darinya dunia dia tidak bersedih hati.”
Al-Imam Ahmad rahimahullah membagi zuhud menjadi tiga tingkatan:

1. Meninggalkan yang haram, yang merupakan zuhudnya orang-orang ‘awwam, dan ini adalah fardhu ‘ain.

2. Meninggalkan kelebihan-kelebihan dari yang halal, dan ini zuhudnya orang-orang yang khusus.

3. Meninggalkan apa-apa yang dapat menyibukkannya dari (mengingat) Allah, dan ini adalah zuhudnya orang-orang yang mendalam pengetahuannya tentang Allah.

4. Sabar
·         Yaitu menahan diri dari keluh kesah pada sesuatu yang tidak disukai.
·         Sifat sabar perlu ketika menghadapi tiga perkara berikut:
1. Menahan diri dari keluh kesah dan menahan diri dari mengadu kepada yang lain dari Allah subhanahu wata‘ala ketika ditimpa sesuatu bala atau bencana.
2. Menahan diri dalam mengerjakan segala perintah Allah.
3. Menahan diri dalam meninggalkan segala larangan Allah.
·         Sifat sabar itu dipuji pada syara‘ karena seseorang yang bersifat sabar menunjukkan ia beriman dengan sempurna kepada Allah, dan menunjukkan ia taat dan menjunjung segala perintah agama.
·         Orang yang beriman kepada Allah mengetahui bahawa segala perkara yang terjadi atas dirinya adalah kehendak Allah yang tidak dapat dielak lagi. Begitulah juga orang yang taat, tidak akan merasa susah dalam mengerjakan segala perintah Allah dan meninggalkan laranganNya.

5. Syukur
·         Yaitu mengaku dan memuji Allah atas nikmat yang diberi dan menggunakan segala nikmat itu untuk berbuat taat kepada Allah subhanahu wata‘ala.
·         Tiap-tiap nikmat yang diberi oleh Allah subhanahu wata‘ala kepada makhlukNya adalah dengan limpah kurniaNya semata-mata, seperti nikmat kesehatan, kekayaan, kepandaian dan sebagainya. Oleh yang demikian, bersyukur dan berterima kasih atas nikmat-nikmat tersebut merupakan suatu kewajiban kepada Allah subhanahu wata‘ala.
·         Setiap nikmat juga hendaklah disyukuri karena orang yang tidak berterima kasih adalah orang yang tidak tahu budi. Oleh itu, hendaklah digunakan nikmat-nikmat Allah itu untuk menambahkan ibadah kepada Allah dan sangatlah keji dan hina menggunakan nikmat-nikmat itu untuk mendurhakai Tuhan yang memberi nikmat.

6. Ikhlas
1. Sifat ikhlas ialah niat bagi setiap ibadah atau kerja yang dilakukan semata-mata karena Allah s.w.t. dan diqasadkan ( niat ) untuk menjunjung perintah semata-mata serta membersihkan hati dari dosa riya’ , ujub atau ingin pujian manusia.
2. Firman Allah s.w.t. di dalam Al-Quran yang bermaksud :
“ Padahal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya menyembah Allah s.w.t. dengan mengikhlaskan ibadah kepadanya , lagi tetap teguh di atas tauhid dan supaya mereka mendirikan sembahyang dan memberi zakat dan yang demikian itulah agama yang benar “.
( Surah Al-Bayyinah – Ayat 5 )
3. Setiap pekerjaan yang dilakukan hendaklah dibersihkan dari sesuatu tujuan yang lain dari taat kepada perintah Allah s.w.t.
4. Hendaklah dibersihkan niat dari sebab-sebab yang lain dari sifat-sifat yang tercela ( sifat mazmumah ) seperti riya’ , ujub , inginkan kemasyhuran dan lain-lain lagi.
5. Dalam meninggalkan larangan Allah s.w.t. hendaklah diniatkan untuk taat semata-mata bukan karena malu kepada makhluk atau sebagainya.
( Rujukan Kitab – Mengenal Ilmu Tasawwuf – Mohd Sulaiman bin Hj. Yasin )


7. Tawakkal
·         Yaitu menetapkan hati dan berserah kepada Allah pada segala perkara yang terjadi serta jazam (putus) pada i`tiqad bahwa Allah subhanahu wata‘ala yang mengadakan dan memerintahkan tiap-tiap sesuatu.
·         Berserah kepada Allah pada segala perkara itu hendaklah disertakan dengan ikhtiar dan usaha karena Allah, sesuatu karena ada sebab-sebabnya, seperti dijadikan pandai karena belajar, dijadikan kaya karena rajin berusaha cermat dan sebagainya.

8. Mahabbah
·         Yaitu mencintai Allah subhanahu wata‘ala dengan mengingatNya pada setiap waktu dan keadaan.
·         Cinta Allah ialah dengan segera melakukan segala perintahNya dan berusaha mendekatkan diri kepada Allah dengan ibadah-ibadah sunnah dan bersungguh-sungguh menghindari maksiat serta perkara-perkara yang membawa kemurkaanNya.

9. Sifat Ridho
1) Sifat ridho adalah sifat makrifah dan mahabbah kepada Allah s.w.t.
2) Pengertian ridho ialah menerima dengan rasa senang dengan apa yang diberikan oleh Allah s.w.t. baik berupa peraturan ( hukum ) maupun qada’ atau sesuatu ketentuan dari Allah s.w.t.
3) Ridho terhadap Allah s.w.t terbagi menjadi dua :
·         Ridho menerima peraturan ( hukum ) Allah s.w.t. yang diberikan kepada manusia.
·         Ridho menerima ketentuan Allah s.w.t. tentang nasib.
Ridho Menerima hukum Allah s.w.t. :
Ridho menerima hukum-hukum Allah s.w.t. adalah merupakan manifestasi dari kesempurnaan iman, kemuliaan taqwa dan kepatuhan kepada Allah s.w.t. karena menerima peraturan-peraturan itu dengan segala senang hati dan tidak merasa terpaksa atau dipaksa.
Merasa tunduk dan patuh dengan segala kelapangan dada bahkan dengan gembira dan senang menerima syariat yang digariskan oleh Allah s.w.t. dan Rasulnya adalah memancar dari mahabbah karena cinta kepada Allah s.w.t. dan inilah tanda keimanan yang murni serta tulus ikhlas kepadaNya.
Firman Allah s.w.t. yang bermaksud :
” Tetapi tidak ! Demi Tuhanmu, mereka tidak dipandang beriman hingga mereka menjadikanmu ( Muhammad ) hakim dalam apa yang mereka perselisihkan di antara mereka, kemudian mereka tidak merasa sempit dalam hati mereka tentang apa yang engkau putuskan serta mereka menyerah dengan bersungguh – sungguh “. ( Surah An-Nisaa’ : Ayat 65 )
Dan firman Allah s.w.t yang bermaksud :
” Dan alangkah baiknya jika mereka Ridho dengan apa yang Allah dan Rasulnya berikan kepada mereka sambil mereka berkata : ‘ Cukuplah Allah bagi kami , Ia dan Rasulnya akan berikan pada kami kurnianya ,Sesungguhnya pada Allah kami menuju “.
( Surah At Taubah : Ayat 59 )
Pada dasarnya segala perintah-perintah Allah s.w.t. baik yang wajib maupun yang Sunnah ,hendaklah dikerjakan dengan senang hati dan Ridho. Demikian juga dengan larangan-larangan Allah s.w.t. hendaklah dijauhi dengan lapang dada .
Itulah sifat ridho dengan hukum-hukum Allah s.w.t. Ridho itu bertentangan dengan sifat dan sikap orang-orang munafik atau kafir yang benci dan sempit dadanya menerima hukum-hukum Allah s.w.t.
Firman Allah s.w.t. yang bermaksud :
” Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka ( yang munafik ) berkata kepada orang-orang yang di benci terhadap apa-apa yang diturunkan oleh Allah s.w.t. ‘Kami akan tuntut kamu dalam sebahagian urusan kamu ‘,Tetapi Allah mengetahui rahsia mereka “. ( Surah Muhammad : Ayat 26 )
Andaikata mereka ikut beribadah, bersedekah atau mengerjakan sembahyang maka ibadah itu mereka melakukannya dengan tidak ridho dan bersifat pura-pura. Demikianlah gambaran perbandingan antara hati yang penuh ridho dan yang tidak ridho menerima hukum Allah s.w.t. , yang mana hati yang ridho itu adalah buah dari kemurnian iman dan yang tidak ridho itu adalah gejala nifaq.
Ridho Dengan Qada’ :
Ridho dengan qada’ yaitu merasa menerima ketentuan nasib yang telah ditentukan Allah s.w.t baik berupa nikmat maupun berupa musibah ( malapetaka ). Didalam hadis diungkapkan bahwa di antara orang yang pertama memasuki syurga ialah mereka yang suka memuji Allah s.w.t. . yaitu mereka memuji Allah ( bertahmid ) baik dalam keadaan yang susah maupun di dalam keadaan senang.
Diberitakan Rasulullah s.a.w. apabila memperolehi kegembiraan Baginda berkata :
” Segala puji bagi Allah yang dengan nikmatnya menjadi sempurnalah kebaikan “.
Dan apabila kedatangan perkara yang tidak menyenangkan , Baginda mengucapkan :
” Segala puji bagi Allah atas segala perkara “.
Perintah ridho menerima ketentuan nasib dari Allah s.w.t. dijelaskan didalam hadis Baginda yang lain yang bermaksud :
” Dan jika sesuatu kesusahan mengenaimu janganlah engkau berkata : jika aku telah berbuat begini dan begitu, begini dan begitulah jadinya. Melainkan hendakalah kamu katakan : Allah telah mentaqdirkan dan apa yang ia suka , ia perbuat ! ” Karena sesungguhnya perkataan : andaikata… itu memberi peluang pada setan ” . (Riwayat Muslim)
Sikap ridho dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah s.w.t. Ketika mendapat kesenangan atau sesuatu yang tidak menyenangkan bersandar kepada dua pengertian :
Pertama : Bertitik tolak dari pengertian bahwa sesungguhnya Allah s.w.t. memastikan terjadinya hal itu sebagai yang layak bagi Dirinya karena bagi Dialah sebaik-baik Pencipta. Dialah Yang Maha Bijaksana atas segala sesuatu.
Kedua : Bersandar kepada pengertian bahwa ketentuan dan pilihan Allah s.w.t. itulah yang paling baik , dibandingkan dengan pilihan dan kehendak pribadi yang berkaitan dengan diri sendiri.
Sabda Rasulullah s.a.w. :
” Demi Allah yang jiwaku ditangannya !Tidaklah Allah memutuskan sesuatu ketentuan bagi seorang mukmin melainkan mengandung kebaikan baginya. Dan tiadalah kebaikan itu kecuali bagi mukmin . Jika ia memperoleh kegembiraan dia berterima kasih berarti kebaikan baginya , dan jika ia ditimpa kesulitan dia bersabar berarti kebaikan baginya “.
( Riwayat Muslim )

10. Zikrul maut
·         Yaitu sentiasa mengingat mati dan sentiasa mengerjakan amalan-amalan yang baik.
·         Oleh karena seseorang itu akan mati, maka hendaklah ia mengerjakan amalan-amalan yang baik dan hendaklah ia memenuhi tiap-tiap saat dari umurnya itu dengan perkara yang berfaedah bagi akhiratnya karena tiap-tiap perkara yang telah lalu tidak akan kembali lagi.

Sifat-sifat Mazmumah
1. Syarrut ta‘am (banyak makan)
·         Yaitu terlampau banyak makan atau minum.
·         Makan dan minum yang berlebih-lebihan itu menyebabkan seseorang itu malas dan lemah serta membawa kepada banyak tidur. Ini menyebabkan kita lalai dari menunaikan ibadah dan zikrullah.
·         Makan dan minum yang berlebih-lebihan adalah dilarang walaupun tidak membawa kepada lupa dari menunaikan ibadah karena termasuk mubadzir.
2. Syarrul kalam (banyak bercakap)
·         Yaitu banyak berkata-kata atau banyak bercakap.
·         Banyak berkata-kata itu membawa kepada banyak salah, dan banyak salah itu membawa kepada banyak dosa serta menyebabkan orang yang mendengar itu mudah merasa jemu.
3. Ghadhab (pemarah)
·         Ia berarti sifat pemarah, yaitu marah yang bukan pada menyeru kebaikan atau mencegah dari kejahatan.
·         Sifat pemarah adalah senjata dalam menjaga hak dan kebenaran. Oleh karena itu, seseorang yang tidak mempunyai sifat pemarah akan dizalimi dan akan diambil hak-haknya.
·         Sifat pemarah yang dicela ialah marah yang bukan pada tempatnya dan tidak dengan sesuatu sebab yang benar.
4. Hasad (dengki)
·         Yaitu menginginkan nikmat yang diperoleh oleh orang lain hilang atau berpindah kepadanya.
·         Seseorang yang bersifat dengki tidak ingin melihat orang lain mendapat nikmat atau tidak ingin melihat orang lain menyerupai atau lebih darinya dalam sesuatu perkara yang baik. Orang yang bersifat demikian seolah-olah berontak kepada Allah subhanahu wata‘ala karena  Allah subhanahu wata'al mengurniakan sesuatu nikmat kepada orang lain.
·         Orang yang berperangai seperti itu juga senantiasa dalam keadaan berdukacita dan iri hati kepada orang lain yang akhirnya menimbulkan fitnah dan hasutan yang membawa kepada bencana dan kerusakan.
5. Bakhil
·         Yaitu menahan haknya dari dibelanjakan atau digunakan kepada jalan yang dituntut oleh agama.
·         Nikmat yang dikaruniakan oleh Allah subhanahu wata‘ala kepada seseorang itu merupakan sebagai alat untuk membantu dirinya dan juga membantu orang lain. Oleh yang demikian, nikmat dan pemberian Allah menjadi sia-sia sekiranya tidak digunakan dan dibelanjakan sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah subhanahu wata‘ala.
·         Lebih-lebih lagi dalam perkara-perkara yang menyempurnakan agama seperti zakat, mengerjakan haji dan memberi nafkah kepada tanggungan, maka menahan hak atau harta tersebut adalah suatu kesalahan besar di sisi agama.
6. Hubbul jah (cinta kemegahan)
·         Yaitu cinta kemegahan, kebesaran dan pangkat.
·         Perasaan ingin kemegahan dan pangkat kebesaran menjadikan perbuatan seseorang itu tidak ikhlas karena Allah.
·         Akibat dari sifat tersebut membawa kepada melakukan penipuan sesama manusia dan menyebabkan seseorang itu menolak kebenaran karena menjaga pangkat dan kebesaran.
7. Hubbud dunya (cinta dunia)
·         Ia bermaksud cinta dunia, yaitu mencintai perkara-perkara yang berbentuk keduniaan yang tidak membawa kebaikan di akhirat.
·         Banyak perkara yang diingini oleh manusia yang terdiri dari kesenangan dan kemewahan. Di antara perkara-perkara tersebut ada perkara-perkara yang tidak dituntut oleh agama dan tidak menjadi kebaikan di akhirat.
·         Oleh yang demikian, cinta dunia itu adalah mengutamakan perkara-perkara tersebut sehingga membawa kepada lalai hatinya dari menunaikan kewajiban-kewajiban kepada Allah.
·         Namun begitu, menjadikan dunia sebagai jalan untuk menuju keridhoan Allah bukanlah suatu kesalahan.
8. Takabbur (sombong)
·         Yaitu membesarkan diri atau berkelakuan sombong dan congkak.
·         Orang yang takabbur itu memandang dirinya lebih mulia dan lebih tinggi pangkatnya dari orang lain serta memandang orang lain itu hina dan rendah pangkat.
·         Sifat takabbur ini tidak berfaedah malah membawa kepada kebencian Allah dan juga manusia dan kadangkala membawa kepada keluar dari agama karena enggan tunduk kepada kebenaran.
9. ‘Ujub (bangga diri)
·         Yaitu merasa atau menyangkakan dirinya lebih sempurna.
·         Orang yang bersifat ‘ujub adalah orang yang timbul di dalam hatinya sangkaan bahawa dia adalah seorang yang lebih sempurna dari segi pelajarannya, amalannya, kekayaannya atau sebagainya dan ia menyangka bahwa orang lain tidak berupaya melakukan sebagaimana yang dia lakukan.
·         Dengan itu, maka timbullah perasaan menghina dan memperkecil-kecilkan orang lain dan lupa bahawa tiap-tiap sesuatu itu ada kelebihannya.
10. Riya’ (menunjuk-nunjuk)
·         Yaitu memperlihatkan dan menunjuk-nunjuk amalan kepada orang lain.
·         Setiap amalan yang dilakukan dengan tujuan menunjuk-nunjuk akan hilanglah keikhlasan dan menyimpang dari tujuan asal untuk beribadah kepada Allah semata-mata.
·         Orang yang riya’ adalah sia-sia segala amalannya karena niatnya telah menyimpang disebabkan menginginkan pujian dari manusia.

https://salafytobat.wordpress.com/category/ilmu-tasawwuf-sifat-mahmudah-sifat-mazmumah/